MELIHAT NEGERI HAMPARAN KELAPA DUNIA

Pohon Kehidupan, Denyut Nadi  Ekonomi Masyarakat

Feature | Selasa, 11 April 2023 - 09:51 WIB

Pohon Kehidupan, Denyut Nadi  Ekonomi Masyarakat
Petani kelapa di Inhil sedang mencungkil buah kelapa untuk dijadikan kopra. Foto diambil belum lama ini. (WIWIK WIDANINGSIH/RIAUPOS.CO)

Kelapa kerap disebut pohon kehidupan, karena seluruh bagiannya memiliki manfaat sebagai bahan pangan, sandang dan papan. Bagi masyarakat Indragiri Hilir perkebunan kelapa telah menjadi denyut nadi perekonomian, bahkan kelapa menjadi identitas dan jati diri bagi kabupaten yang dijuluki negeri seribu parit itu.

Laporan Wiwik Widaningsih, Inhil


Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) tidak hanya dijuluki Negeri Seribu Parit, juga terkenal sebagai Negeri Hamparan Kelapa Dunia yang merupakan salah satu daerah penghasil kelapa terbesar di Indonesia. Sekitar 67 persen wilayah darat Indragiri Hilir terdapat tanaman perkebunan kelapa  dengan kebun kelapa seluas 341.072 hektare.

Dengan jumlah lahan perkebunan yang begitu luas membuat Inhil menjadi daerah potensial, hingga menjadi produk unggulan kabupaten. Dari 20 kecamatan di antaranya 3 kecamatan terbesar memiliki hamparan perkebunan kelapa yakni Kecamatan Kateman Mandah dan Kuala Enok. Bahkan Kabupaten Inhil juga memiliki bibit kelapa unggulan yang memang memiliki keunggulan dan sudah dipatenkan dengan nama bibit Sri Gemilang.

Dari hasil buah kelapa, Kabupaten Indragiri Hilir telah menghasilkan berbagai produk unggulan yang telah dipasarkan,bahkan masuk pasar internasional,diantaranya minyak kelapa,vco,dry coconut, makanan berbasis kelapa,kecap,gula merah,kerajinan batok,sabuk kelapa,tepung kelapa dan lain-lain.

Perekonomian masyarakat Indragiri Hilir tergantung dari hasil tanaman kelapa. Ketika harga rendah akan berdampak terhadap ekonomi masyarakat,segala kebutuhan hidup yakni biaya keluarga,pendidikan,kesehatan dan perawatan kebun.

Dampak penurunan harga kelapa ini membuat daya beli petani juga berkurang. Mulyadi petani Desa Simber Kecamatan Kateman mengaku dari hasil kelapa dirinya bisa mencukupi kebutuhan keluarga, bahkan bisa kuliahkan anaknya di Pekanbaru. Namun dengan harga kelapa saat ini yang tidak stabil menyebabkan pendapatan petani berkurang,bahkan harus mencari tambahan penghasilan di luar.

"Saat ini harga kelapa turun, hal ini sudah cukup lama berlangsung, Tidak dapat menutupi keperluan rumah tangga dan perawatan tanaman. Jika harga kelapa Rp2.500 per butir sudah bisa mencukupi kebutuhan petani," ungkap Mulyadi .

Bapak tiga anak ini menyebutkan harga kelapa sudah lama turun,belum ada tanda-tanda kenaikan harga,saat ini harga di bawah Rp2.000 per butir yang dapat dikatakan sangat kurang untuk memenuhi sehari-hari kebutuhan dapur dan keluarga.

Mulyadi berusia 45 tahun memiliki kebun kelapa seluas 3 hektar menuturkan hasil panen kelapa 3 bulan sekali dengan hasil 5 ton dan jika buahnya bagus bisa sampai 10 ton. Untuk panen kelapa miliknya hasil panen di bagi dua dengan pekerja.

Namun selama menunggu waktu panen 3 bulan tersebut, dia mengambil upah sebagai cungkil kelapa milik warga lain. Hal yang sama juga dilakukan dengan petani lainnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Dari mulai panen, petik, mengangkut dan bersih-bersih kelapa ada orang yang mengerjakan. Hasil panen di bagi dua yakni 50:50,pekerja yang mengerjakan semuanya. Sedangkan hasil panen di jual kepada perusahaan kelapa pabrik sambu. Untuk Desa Simber saat ini sekitar 100 ton per hari panen," paparnya yang berharap pemerintah memperhatikan harga kelapa rakyat petani.

Secara terpisah Idrus (55) salah seorang pengupas sabut dan batok kelapa meski matahari begitu terik di Kampung  Hidayah Desa Teluk Dalam Kecamatan Kuala Indragiri namun jari-jari tua milik bapak tujuh anak ini sangat cekatan mengupas satu per satu butiran sabut kelapa dengan menggunakan besi yang ditancapkan di tanah.Anjloknya harga kelapa berimbas pada upah yang di terima oleh Idrus sebesar Rp130 per butir kelapa.

"Dalam sehari saya mengupas 1.000-1.500 butir kelapa dengan upah Rp130 per butir karena harga kelapa anjlok," ujar Idrus dengan badan bercucuran keringat saat ditemui rombongan LKTJ Ali Kelana PWI Riau di Kampung Hidayat.

Di tempat yang sama, Rodiah (50) sehari-hari sebagai mengupas buah kelapa milik warga.Dia mengaku dalam sehari bisa mencapai 1000 butir kelapa dengan upah Rp 130 per butir.

Rombongan LKTJ PWI Riau mengunjungi destinasi wisata religi di Kampung Hidayat Kecamatan Kuindra ziarah makam Syekh Abdurrahmat Siddiq Al Banjari, Mufti Kerajaan Indragiri yang terkenal sebutan tuan guru Sapat yang merupakan salah satu tokoh perintis mengenalkan sistim trio tata air untuk perkebunan kelapa rakyat.

Kunjungan tersebut di manfaatkan jurnalis mewancara pemilik dan pekerja kelapa. Kemudian rombongan menggunakan speedboat melanjutkan perjalanan ke pabrik PT Pulau Sambu di Enok, Sungai Bela dan Pantai Terumbu Mabloe yang merupakan ekowisata di Kabupaten Inhil

Salah satu keunikan Pantai Terumbu Mabloe yakni dengan kawasan sebagian pantai berlumpur sehingga dimanfaatkan oleh suku Duanu untuk mencari kerang atau lebih terkenal dengan menongkah menggunakan sekeping papan meluncur atau mengayuh dengan menggunakan tangan dan kaki.

Dalam peningkatan produksi kelapa, Pemerintah Kabupaten Inhil  terus berupaya di antaranya dengan menyelenggarakan festival kelapa internasional (FKI) tahun 2017 sebagai tuan rumah  yang dihadiri para delegasi dari Malaysia, Belanda, Singapura, Thailand, India dan Sri Langka.

Selain itu, pemerintah setempat kerap melakukan ekspose baik di tingkat nasional, ataupun kepada tamu dari negara luar terkait potensi kelapa di Indragiri Hilir, mengembangkan produk kelapa,kerajinan dan keterampilam berbahan dasar kelapa.

Plt Kepala Dinas Perkebunan Inhil Abdurrahmat menyebutkan produksi kelapa Indragiri Hilir yang dijuluki hamparan kelapa dunia memiliki luas 18.812,67 Km persegi dengan jumlah penduduk 654.909 jiwa yang terdiri dari 20 kecamatan memiliki 341,072 hektar kebun kelapa rakyat atau 11 persen luas kebun kelapa nasional.

"Kelapa merupakan komoditi perkebunan paling banyak di Inhil, dimana lebih dari 67 persen dari total luas areal perkebunan rakyat ada di Inhil. Sedangkan estimasi produksi perkebunan kelapa rakyat dalam bentuk butiran mencapai 5,5 miliar butir per tahun," paparnya.

Di Kabupaten Inhil terdapat 303.556 hektare kelapa terdiri 38.404 hektare kelapa hidrida dengan estimasi produksi 5,5 miliar butir per tahun. Dari keseluruhan total kebun, lebih 63 ribu hektare di antaranya rusak yang didominasi akibat instrusi air laut,ada juga sebagian disebabkan terendam hujan.

Abdurrahmat mengakui mengenai rendahnya harga kelapa bahwa adanya rantai pasar yang panjang menjadi penyebab utama,banyak langsir,juga infrasktur menjadi persoalan yang membuat tinggi biaya produksi.Atas hal ini,pemerintah mulai melakukan pembangunan jalan produksi untuk menanggulanginya.

Trio tata air sebut Abdurrahmat merupakan salah satu program prioritas pemerintah setempat, terdiri dari pembangunan saluran yang berfungsi sebagai drainase sekaligus menghanyutkan kelapa yang sudah di panen menuju tempat pengumpul, kemudian tanggul dibangun sebagai penahan air pasang agar tidak masuk ke perkebunan warga juga tempat badan jalan untuk petani dan membangun pintu klep yang berfungsi untuk mengeluarkan air secara otomatis jika pemmukaan air alam tanggul lebih tinggi dari luar tanggul.

Disamping itu,ketersediaan bibit unggul juga mempergaruhi produktivitas.Atas dasar ini pemerintah berkelanjutan melakukan penelitian bibit unggul melalui kegiatan penetapan blok penghasil tinggi dan pohon induk terpilih. Ini dijadikan sumber benih resmi yang bisa digunakan.

"Selama ini kelapa dijual masyarakat dalam bentuk bahan mentah.Perlu dibuka usaha turunannya  agar nilainya menjadi lebih tinggi dibanding menjual kelapa bulat," kata Abddurrahmat.

Petani Desa Simber Mulyadi mengeluhkan dia juga sejumlah petani lainnya saat ini sulit memasarkan kelapa di tempat lain, karena PT Pulau Sambut Burung telah membangun pancang-pancang tempat jual kelapa di  setiap desa.

"Setiap desa sudah ada pancang-pancang perusahaan PT Pulau Sambu, jadi tidak ada pemilihan lain kami harus menjual disana (pancang)," katanya.

Ahlim Ginting, Humas dari PT Pulau Sambu mengatakan bahwa PT Pulau Sambu Group berkomitmen mensejahterakan petani kelapa, hal ini dilakukan dengan berinovasi dalam pengolahan kelapa dan tetap tetap akan membeli kelapa masyarakat dalam situasi apapun.

"PT  Pulau Sambu telah 50 tahun berkiprah dalam mensejahterakan masyarakat. Kalau hanya untuk membuat minyak makan saja maka sudah dapat dipastikan harga kelapa di Inhil ini akan anjlok, tidak akan mencapai Rp1.000 per butir, maka dari itulah PT Pulau Sambu membuat berbagai inovasi dalam menggarap kelapa hasil perkebunan rakyat seperti membuat produk makanan yang berasal dari kelapa," jelasnya saat menyampaikan berbagai terobosan yang dilakukan perusahaan dalam upaya menaikan harga beli kepada petani kelapa.

Berdasarkan sejarah sampai saat ini, berada perkebunan kelapa  Kabupaten Indragiri Hilir telah ada sejak zaman Hindia Belanda dan terus berproduksi sampai sekarang. Mufti Indragiri tuan guru Syekh Abdurrahman Shiddiq menjadi pioner yang pertama membuka perkebunan kelapa dan sebagai pelapor pengenalkan sistim trio tata air.

"Tuan Guru Sapat yang pertama merintis kebun kelapa di Kampung Hidayat ini  pada tahun 1910 dengan puluhan kebun kelapa," ujar Muhammad Mukri Pasha bin H Masri keturunan ke 6 Syekh Abdurrahman Shiddiq sambil menceritakan sejarah pejuangan ulama terkenal ini.

Karena ide pembuatan parit oleh Tuan Guru Sapat,maka daerah tersebut dinamakan Parit Hidayat yang artinya petunjuk Allah. Sejak parit induk itu dibangun, perkebunan kelapa di daerah itu bertambah luas, subur dan penduduk semakin ramai berdatangan.Usahanya diikuti masyarakat hingga berkembang luas sampai sekarang.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook